Breaking News
Loading...
Selasa, 29 April 2014

23.48
Selamat siang pembaca Kliker,, kali ini admin akan memberikan sedikit  informasi mengenai Cyber Crime dan Cyber Law.

Yang pertama informasi tentang Cyber Crime yang diambil dari (http://jangangalau44.blogspot.com/2013/05/sejarah-cyber-crime.html). selamat membaca....

Sejarah Cyber Crime
Barangkali kamu bakal terperangah membaca penuturan kami di bawah ini mengenai perjalanan sejarah dari cyber crime. Tapi, percayalah semua ini semata-mata nyata dan fakta.

Awal mula dari era penyerangan di dunia cyber atau yang lebih dikenal dengan istilah "Cyber Attacks" ini dimulai pada tahun 1988. Pada tahun itu, seorang mahasiswa berhasil menciptakan sebuah worm atau virus yang menyerang program komputer dan mematikan sekitar 10% dari seluruh jumlah komputer di dunia yang terhubung ke internet.

Selanjutnya, pada tahun 1994, seorang bocah sekolah musik yang berusia 16 tahun (!), Richard Pryce, atau yang lebih dikenal sebagai "the hacker" alias "Datastream Cowboy", ditahan lantaran masuk secara ilegal ke dalam ratusan sistem komputer rahasia termasuk pusat data dari Griffits Air Force, NASA dan Korean Atomic Research Institute atau badan penelitian atom Korea!

Dalam interogasinya dengan FBI, ia mengaku belajar hacking dan cracking dari seseorang yang dikenalnya lewat internet dan menjadikannya seorang mentor, yang memiliki julukan "Kuji". Hebatnya, hingga saat ini sang mentor pun tidak pernah diketahui keberadaannya.

Hingga akhirnya, pada bulan Februari 1995, giliran Kevin Mitnick diganjar hukuman penjara untuk yang kedua kalinya. Dia dituntut dengan tuduhan telah mencuri sekitar 20.000 nomor kartu kredit! Bahkan, ketika ia bebas, ia menceritakan kondisinya di penjara yang tidak boleh menyentuh komputer atau telepon. Barangkali ini satu ketakutan yang amat sangat dari seorang carder Mitnick cool

Di Indonesia sendiri juga sebenarnya prestasi dalam bidang cyber crime ini patut diacungi dua jempol. Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu negara terbelakang, namun prestasi yang sangat gemilang telah berhasil ditorehkan oleh para hacker, cracker dan carder lokal. Ga tanggung-tanggung, hasil "kerja keras" mereka selama ini telah menempatkan Indonesia sebagai negara No. 2 dalam kasus pencurian kartu kredit terbesar di dunia! Hebat bukan?

Bukan hanya itu, berbagai tindak kejahatan typosite alias pencatutan alamat website suatu perusahaan untuk digunakan demi kepentingan pribadi juga ga kalah maraknya. Sebut saja kasus pencurian domain perusahaan kosmetik Martha Tilaar beberapa waktu lalu yang disusul dengan perusahaan lain seperti www.RedHat.or.id, Satelindo.co.id, BCA, www.2800.com dan yang teranyar adalah pengrusakan situs KPU.go.id yang dilakukan oleh Deny Firmansyah, mahasiswa Universitas Muhammaddiyah Yogyakarta!

(http://kelompok7epti.blogspot.com/2013/04/pengertian-cyber-crime.html)
Penyebab cybercrime dan cyber law
Cybercrime biasanya disebabkan oleh : Akses internet yang tidak terbatas Kelalaian pengguna komputer. Hal ini adalah salah satu penyebab utama terjadinya cybercrime. Mudah dilakukan dengan alasan keamanan yang kecil dan tidak diperlukan peralatan yang super modern. Para pelaku merupakan orang yang pada umumnya cerdas, mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan fanatik akan teknologi komputer. Pengetahuan pelaku kejahatan komputer tentang cara kerja sebuah komputer jauh diatas operator komputer. Sistem keamanan jaringan yang lemah. Kurangnya perhatian masyarakat. Masyarakat dan penegak hukum saat ini masih memberi perhatian sangat besar terhadap kejahatan konvensional. PENANGGULANGAN CYBERCRIME Aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyberspace. Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini cara penanggulangannya : · Mengamankan Sistem Tujuan yang nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan data. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melaui jaringan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP, SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server. · Penanggulangan Global The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah memublikasikan laporannya yang berjudul “Computer-Related Crime : Analysis of Legal Policy”. Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah : Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi. Meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime. Pemerintah juga telah berupaya untuk menanggulangi semakin maraknya cybercrime dengan diberlakukannya aspek-aspek hukum kejahatan di dunia maya antara lain : · Asas Subjective Territoriality Yaitu asas yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain. · Asas Objective Territoriality Asas yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan. · Asas Nasionality Asas yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku. · Asas Nasionality Asas yang menentukan bahwa negara mempunyai juridiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku. Asas Protective Principle Asas yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban. Asas Universality Asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan

Kasus Tentang Carding :

Carding, salah satu jenis cyber crime yang terjadi di Bandung sekitar Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Para pelaku yang kebanyakan remaja tanggung dan mahasiswa ini, digerebek aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil melakukan transaksi di internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para pelaku, rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung. Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka peroleh dari beberapa situs. Namun lagi-lagi, para petugas kepolisian ini menolak menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih dalam penyelidikan lebih lanjut.

Modus kejahatan ini adalah pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka inginkan di situs lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dibidik dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363 tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.

Bunyi dari pasal 378 KUHP yang memuat tentang tindakan penipuan adalah sebagai berikut :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memakai nama/ keadaan palsu dengan tipu muslihat agar memberikan barang membuat utang atau menghapus utang diancam karena penipuan dengan pidana penjara maksimum 4 tahun.
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang berbunyi bahwa:
barang siapa membuat secara palsu atau memalsukan sesuatu yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau suatu pembebasan utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti suatu bagi suatu tindakan, dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakannnya seolah-olah asli dan tidak palsu, jika karena penggunaan itu dapat menimbulkan suatu kerugian, diancam karena pemalsuan surat dengan pidana penjara maksimum enam tahun; diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja dengan sengaja menggunakan surat yang isinya secara palsu dibuat atau yang dipalsukan tersebut, seolah-olah asli dan tidak palsu jika karena itu menimbulkan kerugian.
Carding, Membobol Kartu Kredit
Oleh :

Juliet Quenessa Mangimbulude (682011034), Leddy P Nussy (682011036), Engelin Anastasia Kansil (682011044), Hermin J Tetehuka (682011045), Afryno Tisera (682011056), Afrian Natanael (682011043), 

Cybercrime adalah tidak criminal yang dilakkukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khusunya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
sumber :
 http://cyberneet7.blogspot.com/2013/03/apa-yang-dimaksud-cyber-crime.html

Karakteristik model kejahatan pada dunia cyber

Karakteristik Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut :
1.             Ruang lingkup kejahatan,
2.             Sifat kejahatan,
3.             Pelaku kejahatan,
4.             Modus Kejahatan,
5.             Jenis kerugian yang ditimbulkan.

Apakah cyber crime bisa digolongkan sebagai kriminalitas?

Menurut kelompok kami, ya, cyber crime bisa digolongkan sebagai kriminalitas, salah satunya adalah Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Contoh kejahatan cyber crime adalah Carding,yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet(webserver,mailing list) untuk menyebarkan material bajakan.Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.

Tentang Carding  

Merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
sumber :
 http://margoriehargroove.blogspot.com/2012/05/kejahatan-dunia-maya.html 

(http://karyatulisuksw.blogspot.com/2013/07/tugas-diskusi-carding-membobol-kartu.html)
Contoh kasus Carding

Data di Mabes Polri, dari sekitar 200 kasus cyber crime yang ditangani hampir 90 persen didominasi carding dengan sasaran luar negeri. Aktivitas internet memang lintas negara. Yang paling sering jadi sasaran adalah Amerika Serikat, Australia, Kanada dan lainnya. Pelakunya berasal dari kota-kota besar seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Semarang, Medan serta Riau. Motif utama adalah ekonomi.

Kasus pembobolan kartu kredir, Rizky Martin, 27, alias Steve Rass, 28, dan Texanto alias Doni Michael melakukan transaksi pembelian barang atas nama Tim Tamsin Invex Corp, perusahaan yang berlokasi di AS melalui internet. Keduanya menjebol kartu kredit melalui internet banking sebesar Rp350 juta. Dua pelaku ditangkap aparat Cyber Crime Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2008 di sebuah warnet di kawasan Lenteng Agung, Jaksel. Awal Mei 2008 lalu, Mabes Polri menangkap hacker bernama Iqra Syafaat, 24, di satu warnet di Batam, Riau, setelah melacak IP addressnya dengan nick name Nogra alias Iqra.

Pemuda tamatan SMA tersebut dinilai polisi hanya mengandalkan scripts modifikasi gratisan hacking untuk melakukan aksinya dan cukup dikenal di kalangan hacker. Dia pernah menjebol data sebuah website lalu menjualnya ke perusahaan asing senilai Rp600 ribu dolar atau sekitar Rp6 miliar Dalam pengakuannya, hacker lokal ini sudah pernah menjebol 1.257 situs jaringan yang umumnya milik luar negeri. Bahkan situs Presiden SBY pernah akan diganggu, tapi dia mengurungkan niatnya. Kasus lain yang pernah diungkap polisi pada tahun 2004 ialah saat situs milik KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang juga diganggu hacker. Tampilan lambang 24 partai diganti dengan nama ‘partai jambu’, ‘partai cucak rowo’ dan lainnya. Pelakunya, diketahui kemudian, bernama Dani Firmansyah,24, mahasiswa asal Bandung yang kemudian ditangkap Polda Metro Jaya. Motivasi pelaku, konon, hanya ingin menjajal sistem pengamanan di situs milik KPU yang dibeli pemerintah seharga Rp 200 miliar itu. Dan ternyata berhasil.
Sumber :  
http://pritamaardi.wordpress.com/2011/11/24/contoh-kasus-kejahatan-carding/

Upaya penyelesaian masalah atau solusi dari kasus tersebut menurut kelompok kami. penanggulangan cybercrime adalah :
1.             Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
2.             Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
3.             Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
4.             Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
5.             Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.

Undang-undang yang mengatur Carding.  

Saat ini di Indonesia belum memliki UU khusus Cyber Law yang mengatur mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh pemerintah dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi. Menangani kasus carding para penyidik (khususnya Polri) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP pada Cybercrime. Sebelum lahirnya UU no.1 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE), maka mau tidak mau Polri harus menggunakan pasal-pasal di dalam KUHP seperi pasal pencurian, pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder dan ini jelas menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari cybercrime sebagaimana telah disebutkan diatas yang terjadi secara nonfisik dan lintas negara.Di Indonesia carding dikategorikan sebagai kejahatan pencurian dimana pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KUHP yaitu : “Barang siapa mengambil suatu denda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 900”. Untuk menangani kasus carding diterapkan pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain  walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.

Kemudian dengan lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor-nomor kartu tersebut.

Bunyi pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa ilegal access :
·                     Pasal 31 ayat 1 : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan   hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika atau dokumen elektronik secara tertentu milik orang lain”.
·                     Pasal 31 ayat 2 : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan  hukum melakukan intersepsi atau transmisi elektronik atau dokumen elektronik yang tida tersidat publik dari, ke dan didalam suatu komputer dan atau sistem menyebabkan perubahan, penghilangan atau penghentian informasi elektronik atau dokumen elektronik yang ditransmisikan”.

Jadi sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi dengan regulasi lama yaitu pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU ITE. Penanggulangan kasus carding memerlukan regulasi yang khusus mengatur tentang kejahatan carding agar kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan bahkan tidak ada lagi. Tetapi selain regulasi khusus juga harus didukung dengan pengamanan sistem baik software maupun hardware, guidelines untuk pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime dan dukungan dari lembaga khusus.

Cyberlaw
Informasi-informasi mengenai Cyberlaw yang diambil dari (http://budi.insan.co.id/articles/cyberlaw.html).. mari membaca para klikers...

Beberapa pokok pemikiran tentang Cyberlaw, terkadang pertanyaan-pertanyaan yang terlontar adalah seperti berikut ini :
  1. Apa itu Cyberlaw?
  2. Perlukah Cyberlaw?
Apa itu Cyberlaw?
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.
Contoh permasalahan yang berhubungan dengan hilangnya ruang dan waktu antara lain:
  • Seorang penjahat komputer (cracker) yang berkebangsaan Indonesia, berada di Australia, mengobrak-abrik server di Amerika, yang ditempati (hosting) sebuah perusahaan Inggris. Hukum mana yang akan dipakai untuk mengadili kejahatan cracker tersebut? Contoh kasus yang mungkin berhubungan adalah adanya hacker Indonesia yang tertangkap di Singapura karena melakukan cracking terhadap sebuah server perusahaan di Singapura. Dia diadili dengan hukum Singapura karena kebetulan semuanya berada di Singapura.
  • Nama domain (.com, .net, .org, .id, .sg, dan seterusnya) pada mulanya tidak memiliki nilai apa-apa. Akan tetapi pada perkembangan Internet, nama domain adalah identitas dari perusahaan. Bahkan karena dominannya perusahaan Internet yang menggunakan domain ".com" sehingga perusahaan-perusahaan tersebut sering disebut perusahaan "dotcom". Pemilihan nama domain sering berbernturan dengan trademark, nama orang terkenal, dan seterusnya. Contoh kasus adalah pendaftaran domain JuliaRoberts.com oleh orang yagn bukan Julia Roberts. (Akhirnya pengadilan memutuskan Julia Roberts yang betulan yang menang.) Adanya perdagangan global, WTO, WIPO, dan lain lain membuat permasalahan menjadi semakin keruh. Trademark menjadi global.
  • Pajak (tax) juga merupakan salah satu masalah yang cukup pelik. Dalam transaksi yang dilakukan oleh multi nasional, pajak mana yang akan digunakan? Seperti contoh di atas, server berada di Amerika, dimiliki oleh orang Belanda, dan pembeli dari Rusia. Bagaimana dengan pajaknya? Apakah perlu dipajak? Ada usulan dari pemerintah Amerika Serikat dimana pajak untuk produk yang dikirimkan (delivery) melalui saluran Internet tidak perlu dikenakan pajak. Produk-produk ini biasanya dikenal dengan istilah "digitalized products", yaitu produk yang dapat di-digital-kan, seperti musik, film, software, dan buku. Barang yang secara fisik dikirimkan secara konvensional dan melalui pabean, diusulkan tetap dikenakan pajak.
  • Bagaimana status hukum dari uang digital seperti cybercash? Siapa yang boleh menerbitkan uang digital ini?
Perkembangan teknologi komunikasi dan komputer sudah demikian pesatnya sehingga mengubah pola dan dasar bisnis. Untuk itu cyberlaw ini sebaiknya dibahas oleh orang-orang dari berbagai latar belakang (akademisi, pakar TekInfo, teknis, hukum, bisinis, dan pemerintah).

Perlukah Cyberlaw
Hukum konvensional digunakan untuk mengatur citizen. Semenatra itu cyberlaw digunakan untuk mengatur netizen. Perbedaan antara citizen dan netizen ini menyebabkan cyberlaw harus ditinjau dari sudut pandang yang berbeda.
Mengingat jumlah pengguna Internet di Indonesia yang masih kecil, apakah memang cyberlaw sudah dibutuhkan di Indonesia?

Digital Signature
Dalam perniagaan, tanda tangan digunakan untuk menyatakan sebuah transaksi. Kalau di Indonesia, tanda tangan ini biasanya disertai dengan meterai. Nah, bagaimana dengan transaksi yang dilakukan secara elektronik? Digital signature merupakan pengganti dari tanda tangan yang biasa.
Perlu dicatatat bahwa digital signature tidak sama dengan mengambil image dari tanda tangan kita yang biasa kemudian mengkonversikannya menjadi "scanned image". Kalau
Digital signature berbasis kepada teknology kriptografi (cryptography). Keamanan dari digital signature sudah dapat dijamin. Bahkan keamanannya lebih tinggi dari tanda tangan biasa. Justru disini banyak orang yang tidak mau terima mekanisme elektronik karena menghilangkan peluang untuk kongkalikong.

Inisiatif di Indonesia
Ada beberapa hal atau inisiatif yang sudah dilakukan di Indonesia, antara lain:
  • Usaha dari Fakultas Hukum UI dan UNPAD.
Hukum-hukum yang terkait
Pada saat tulisan ini ditulis (Agustus 2000), baru saja keluar sebuah Keputusan Presiden No. 96, tahun 2000, tanggal 20 Juli 2000, yang isinya tentang Bidang Usaha yang tertutup bagi




0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer